BPJN NTT Diterpa Dugaan Korupsi, KPK Diminta Bergerak


Labuan Bajo, NTT - Proyek jalan nasional di Nusa Tenggara Timur (NTT) senilai Rp125,7 miliar kembali memantik kontroversi. Kali ini, sorotan tajam diarahkan pada kualitas pekerjaan yang dinilai buruk, dugaan pengurangan volume material, serta indikasi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang menggerogoti anggaran negara.  


"Volume material berkurang, kualitas pekerjaan buruk. Ini diduga kuat karena PT Anugerah Karya Agra Sentosa (AKAS), kontraktornya, tidak bekerja maksimal," tegas sumber tersebut, Rabu (13/8/2025).  

PT AKAS, anak perusahaan rekanan BPJN NTT, mengerjakan proyek ini sejak 2023-2024 dengan dana APBN Kementerian PUPR. Namun, alih-alih membangun infrastruktur berkualitas, yang muncul justru jalan-jalan rusak dan saluran drainase yang gagal berfungsi.  

"Preservasi Jalan yang "Menguap"
Tokoh masyarakat sekaligus pengacara, Yance Janggat, SH, menyoroti minimnya progres pekerjaan di sejumlah ruas jalan nasional. Di ruas Komodo (Mena-Ruteng), misalnya, tidak ada tanda-tanda perbaikan sejak proyek dimulai. Sementara di ruas Labuan Bajo-Malwatar-Batas Kota Ruteng, pekerjaan hanya terlihat di Jalan Cireng—itu pun sudah retak dan rusak.  

"Kepemimpinan BPJN NTT lemah. Baik kepala balai lama maupun yang baru, Janto, SE., ST., M.Sc, tidak berani mengevaluasi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Satuan Kerja (Satker) yang bermasalah," kritik Yance, Senin (11/8/2025).  

Ia mendesak KPK dan Kejaksaan Agung segera mengusut dugaan KKN dalam proyek ini. "Kualitas jalan hotmix sangat buruk. PPK dan BPJN harus bertanggung jawab!" tegasnya melalui pesan WhatsApp.  

"Laporan Fiktif dan "Pemerasan" Lewat Lab BPJN?" Seorang warga Manggarai berinisial HS dalam rilis persnya, Sabtu (9/8/2025), menduga ada laporan fiktif dalam proyek-proyek BPJN NTT tahun anggaran 2023-2024. "NTT diduga jadi ladang korupsi elite. KPK harus bertindak tegas," tegas HS.  

Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi (KOMPAK) Indonesia menambahkan, BPJN NTT diduga memaksa kontraktor menggunakan laboratorium miliknya untuk uji material—dengan tarif fantastis.  

"Paket proyek Rp2 miliar dikenakan biaya lab Rp60 juta, sementara tahun sebelumnya hanya Rp11 juta untuk proyek Rp20-30 miliar. Ini jelas pemerasan!" ungkap Gabriel Goa, Ketua KOMPAK NTT, Rabu (6/8/2025).  

"Desakan Audit dan Tuntutan ke Presiden"
KOMPAK mendesak:  
1. KPK dan BPK melakukan audit investigatif menyeluruh.  
2. Ombudsman  mengkaji dugaan maladministrasi.  
3. Presiden Prabowo Subianto  memerintahkan penindakan tegas.  

Sementara itu, upaya konfirmasi ke Kasubag TU BPJN NTT, Melkianus Ouw, tak digubris. Sikap tutup mulut ini semakin menguatkan kecurigaan adanya upaya penghambatan investigasi.  

"Pertanyaan Besar: Akankah KPK Bergerak?"
Dengan bukti-bukti nyata kerusakan infrastruktur dan indikasi korupsi, publik menunggu tindakan nyata KPK dan Kejagung. Jika dibiarkan, proyek-proyek serupa akan terus menjadi ajang "perampokan" uang rakyat—sementara jalan-jalan di NTT tetap berlubang dan mengancam keselamatan warga.

Penulis : Nobertus Patut

KABAR NASIONAL
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image